DENGAN MENYEBUT NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG

Senin, 29 November 2010

widyagama macam-macam Delik


Minggu, 04 April 2010


Macam-macam Delik

1. Pengertian Delik
Hukum pidana Belanda memakai istilah strafbaar feit, kadang-kadang juga delicht yang berasal dari bahasa Latin delictum. Perbuatan pidana atau delik ialah perbuatan yang dilarang oleh aturan hukum dan barangsiapa yang melanggar larangan tersebut dikenakan sanksi pidana. Selain itu perbuatan pidana dapat dikatakan sebagai perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana, perlu diingat bahwa larangan ditujukan pada perbuatan, sedangkan ancaman pidananya ditujukan pada orang yang menimbulkan perbuatan pidana itu.
Menurut Van Hamel, delik adalah suatu serangan atau suatu ancaman terhadap hak-hak orang lain. Sedangkan menurut Prof. Simons, delik adalah suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan atau perbuatan yang dapat dihukum.
Berdasarkan rumusan Prof. Soimons maka delik memuat beberapa unsur yaitu:
a. Suatu perbuatan manusia
b. Perbuatan itu dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang
c. Perbuatan itu dilakukan oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan
Berdasarkan pasal 1 ayat (1) KUHP maka seseorang dapat dihukum bila memenuhi hal-hal sebagai berikut:
a. Ada suatu norma pidana tertentu.
b. Norma pidana tersebut berdasarkan Undang-undang.
c. Norma pidana itu harus telah berlaku sebelum perbuatan itu terjadi.
Dengan kata lain, tidak seorangpun dapat dihukum kecuali telah ditentukan suatu hukuman berdasarkan undang-undang terhadap perbuatan itu.
Menurut Moeljatno, kata “perbuatan” dalam “Perbuatan Pidana” mempunyai arti yang abstrak yaitu merupakan suatu pengertian yang menunjuk pada dua kejadian yang kongkret yakni adanya kejadian tertentu dan adanya orang yang berbuat sehingga menimbulkan kejadian.
2. Unsur-unsur Delik
Berdasarkan analisa, delik terdiri dari dua unsur pokok, yaitu:
(a) Unsur pokok Subyektif
Asas pokok hukum pidana “Tak ada hukuman kalau tak ada kesalahan”. Kesalah yang dimaksud disini adalah sengaja dan kealpaan.
(b) Unsur pokok Obyektif
• Perbuatan manusia yang berupa act dan omission. Act yaitu perbuatan aktif tau perbuatan positif. Sedangkan omission yaitu perbuatan tidak aktif atau perbuatan negatif. Dengan kata lain ialah mendiamkan atau membiarkan.
• Akibat perbuatan manusia
menghilangkan , merusak , membahayakan kepentingan-kepentingan yang dipertahankan oleh hukum. Misalnya, nyawa, badan, kemerdekaan, hak milik, kehormatan dan lain sebagainya.
• Keadaan-keadaan yaitu keadaan pada saat perbuatan dilakukan dan keadaan setelah perbuatan melawan hukum.
• Sifat dapat dihukum dan sifat melawan hukum.
Semua unsur-unsur delik tersebut merupakan satu kesatuan dalam satu delik. Satu unsure saja tidak tidak ada atau tidak didukung bukti, akan menyebabkan tersangka/terdakwa dapat dihukum. Penyelidik, Penuntut Umum harus dengan cermat meneliti tentang adanya unsur-unsur delik tersebut.
3. Macam-macam Delik
a.) Delik Kejahatan dan Pelanggaran
Perbuatan-perbuatan pidana menurut sistem KUHP dibagi atas kejahatan (misdrijven) dan pelanggaran (overtredingen). Pembagian tersebut didasarkan atas perbedaan prinsipil. Pembagian kejahatan disusun dalam Buku II KUHP dan pelanggaran disusun dalam Buku III KUHP. Undang-undang hanya memberikan penggolongan kejahatan dan pelanggaran, akan tetapi tidak memberikan arti yang jelas.
Kejahatan merupakan perbuatan yang bertentangan dengan kepentingan hukum, sedangkan pelanggaran merupakan perbuatan yang tidak mentaati larangan atau keharusan yang ditentukan oleh penguasa Negara. Ada tiga macam kejahatan yang dikenal dalam KUHP yakni:
(1) kejahatan terhadap Negara. Sebagai contohnya adalah Penyerangan terhadap Presiden atau Wakil Presiden yang terdapat pada pasal 104 KUHP, Penganiayaan terhadap Presiden atau Wakil Presiden pada pasal 131 KUHP, Penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden pada pasal 134 KUHP.
(2) kejahatan terhadap harta benda misalnya pencurian pada pasal 362 s/d 367 KUHP, pemerasan pada pasal 368 s/d 371 KUHP, penipuan pada pasal 406 s/d 412 KUHP. Menurut undang-undang pencurian itu dibedakan atas lima macam pencurian yaitu: (a) pencurian biasa pada apsal 362 KUHP, (b) pencurian dengan pemberatan pada pasal 363 KUHP, (c) pencurian dengan kekerasan pada pasal 365 KUHP, (d) pencurian ringan pada pasal 364 KUHP, (e) pencurian dalam kalangan keluarga pada pasal 367 KUHP.
(3) kejahatan terhadap badan dan nyawa orang semisal penganiayaan dan pembunuhan.
Pelanggaran yaitu perbuatan-perbuatan yang sifat melawan hukumnya baru dapat diketahui setelah ada wet yang menentukan demikian. Pelanggaran dibagi tiga macam yakni:
(1) Pelanggaran tentang keamanan umum bagi orang, barang dan kesehatan umum. Misalnya, kenakalan yang artinya semua perbuatan orang bertentangan dengan ketertiban umum ditujukan pada orang atau binatang atau baarang yang dapat menimbulkan bahaya atau kerugian atau kerusuhan yang tidak dapat dikenakan dalam pasal khusus dalam KUHP.
Perbedaan kejahatan dan pelanggaran:
1. Pidana penjara hanya diancamkan pada kejahatan saja
2. Jika menghadapi kejahatan maka bentuk kesalahan (kesengajaan atau kealpaan) yang diperlukan disitu, harus dibuktikan oleh jaksa, sedangkan jika menghhadapi pelanggaran hal itu tidak usah.
3. Percobaan untuk melakukan pelanggaran tidak dapat dipidana (Pasal 54).
4. Tenggang kadaluwarsa, baik untuk hak menentukan maupun hak penjalanan pidana bagi pelanggaran pidana satu tahun, sedangkan kejahatan dua tahun.
b.) Delik Dolus dan Culpa
Delik dolus ialah perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana yang dilakukan dengan sengaja. Contohnya terdapat pada pasal 338 KUHP yang berbunyi “Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”. Selain pada pasal 338 KUHP, terdapat pula contoh delik dolus lainnya yaitu, pasal 354 KUHPdan pasal 187 KUHP.
Delik culpa ialah perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana yang dilakukan dengan kealpaan (kelalaian). Contoh delik culpa yaitu pasal 359 KUHP yang berbunyi “Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun”.
Culpa dibedakan menjadi culpa dengan kesadaran dan culpa tanpa kesadaran. Culpa kesadaraan terjadi ketika si pelaku telah membayangkan atau menduga akan timbul suatu akibat, tetapi walaupun ia berusaha untuk mencegah, agan tepat timbul masalah. Sedangkan culpa tanpa kesadaran terjadi ketika si pelaku tidan menduga akan timbul suatu akibat, yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang, sedang ia seharusnya memperhitungkan akan timbulnya akibat.
Tindak pidana yang dilakukan oleh orang-orang yang mampu bertanggung jawab selalu dianggap dilakukan dengan kesengajaan atau kealpaan. Kesengajaan dan kealpaan adalah bentuk-bentuk kesalahan. Tidak adanya salamh satu dari keduanya tersebut berarti tidak ada kesalahan.
c.) Delik Commissionis dan Delik Ommisionis
Delik Commissionis adalah perbuatan melakukan sesuatu yang dilarang oleh aturan-aturan pidana, misalnya mencuri (Pasal 362), menggelapkan (Pasal 372), menipu (Pasal 378). Delik commisionis pada umumnya terjadi di tempat dan waktu pembuat (dader) mewujudkan segala unsur perbuatan dan unsure pertanggungjawaban pidana.
Delik Ommisionis yaitu tindak pidana yang berupa perbuatan pasif yakni, tidak melakukan sesuatu yang diperintahkan. Contoh delik ommisionis terdapat dalam BAB V pasal 164 KUHP tentang kejahatan terhadap ketertiban umum.
d.) Delik Formil dan Delik Materiil
Delik Formil ialah rumusan undang-undang yang menitikberatkan kelakuan yang dilarang dan diancam oleh undang-undang, seperti pasal 362 KUHP tentang pencurian.
Delik Materiil ialah rumusan undang-undang yang menitikberatkan akibat yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh undang-undang, seperti pasal 35 KUHP tentang penganiayaan. Kadang-kadang suatu delik diragukan sebagai delik formil ataukah materiil, seperti tersebut dalam pasal 279 KUHP tentang larangan bigami.
e.) Delik Biasa dan Delik Berkualifikasi
Delik biasa yaitu delik yang mempunyai bentuk pokok yang disertai unsur memberatkan atau juga mempunyai bentuk pokok yang disertai unsur yang meringankan. Contohnya pasal 341 lebih ringan daripada pasal 342, pasal 338 lebih ringan daripada pasal 340 dan 339, pasal 308 lebih ringan daripada pasal 305 dan 306.
Delik berkualifikasi adalah bentuk khusus, mempunyai semua unsur bentuk pokok yang disertai satu atau lebih unsur yang memberatkan. Misalnya pencurian dengan membongkar, penganiayaan yang mengakibatkan kematian, pembunuhan berencana. Dalam pasal 365 terhadap pasal 362, pasal 374 terhadap pasal 372.
f.) Delik Murni dan Delik Aduan
Delik murni yaitu delik yang tanpa permintaan menuntut, Negara akan segara bertindak untuk melakukan pemeriksaan. Berdasarkan pasal 180 KUHAP setiap orang yang melihat, mengalami, mengetahui, menyaksikan, menjadi korban PNS dalam melakukan tugasnya berhak melaporkan.
Delik aduan adalah delik yang proses penuntutannya berdasarkan pengaduan korban. Delik aduan dibagi menjadi dua yaitu yang pertama murni dan yang kedua relatif.
g.) Delik Selesai dan Delik Berlanjut
Delik selesai yaitu delik yang terdiri atas kelakuan untuk berbuat atau tidak berbuat dan delik telah selesai ketika dilakukan, seperti kejahatan tentang pengahasutan, pembunuhan, pembakaran ataupun pasal 330 KUHP yang berbunyi:
(1) Barang siapa dengan sengaja menarik orang yang belum cukup umur dari kekuasaan yang menurut undang-undang ditentukan atas dirinya atau dari pengawasan orang yang berwenang untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
(2) Bilamana dalam hal ini dilakukan tipu muslihat, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau bilamana anaknya belum berumur 12 tahun, dijatuhkan hukuman pidana penjara paling lama sembilan tahun.
Berdasarkan bunyi ayat (2) pasal ini, maka unsur kekerasan atau ancaman kekerasan merupakan hal yang memperberat pidana. Jadi, delik aslinya yang tercantum di ayat satu tidak perlu ada unsur kekerasan atau ancaman kekerasan.
Delik berlanjut yaitu delik yang terdiri atas melangsungkan atau membiarkan suatu keadaan yang terlarang, walaupun keadaan itu pada mulanya ditimbulkan untuk sekali perbuatan. Contohnya, terdapat dalam pasal 221 tentang menyembunyikan orang jahat, pasal 333 tentang meneruskan kemerdekaan orang, pasal 250 tentang mempunyai persediaan bahan untuk memalsukan mata uang.

Kesimpulan
• Perbuatan pidana atau delik ialah perbuatan yang dilarang oleh aturan hukum dan barangsiapa yang melanggar larangan tersebut dikenakan sanksi pidana. Selain itu perbuatan pidana dapat dikatakan sebagai perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana, perlu diingat bahwa larangan ditujukan pada perbuatan, sedangkan ancaman pidananya ditujukan pada orang yang menimbulkan perbuatan pidana itu.
• Berdasarkan analisa, delik terdiri dari dua unsure pokok, yaitu: (a) Unsur pokok Subyektif dan (b)Unsur pokok Obyektif
• Macam-macam Delik
a.) Delik Kejahatan dan Pelanggaran
Kejahatan merupakan perbuatan yang bertentangan dengan kepentingan hukum, sedangkan pelanggaran merupakan perbuatan yang tidak mentaati larangan atau keharusan yang ditentukan oleh penguasa Negara.
Pelanggaran yaitu perbuatan-perbuatan yang sifat melawan hukumnya baru dapat diketahui setelah ada wet yang menentukan demikian.
b.) Delik Dolus dan Culpa
Dolus ialah perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana yang dilakukan dengan sengaja.
Delik culpa ialah perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana yang dilakukan dengan kealpaan (kelalaian).
c.) Delik Commissionis dan Delik Ommisionis
Delik Commissionis adalah perbuatan melakukan sesuatu yang dilarang oleh aturan-aturan pidana.
Delik Ommisionis yaitu tindak pidana yang berupa perbuatan pasif yakni, tidak melakukan sesuatu yang diperintahkan.
d.) Delik Formil dan Delik Materiil
Delik Formil ialah rumusan undang-undang yang menitikberatkan kelakuan yang dilarang dan diancam oleh undang-undang.
Delik Materiil ialah rumusan undang-undang yang menitikberatkan akibat yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh undang-undang.
e.) Delik Biasa dan Delik Berkualifikasi
Delik biasa yaitu delik yang mempunyai bentuk pokok yang disertai unsur memberatkan atau juga mempunyai bentuk pokok yang disertai unsur yang meringankan.
Delik berkualifikasi adalah bentuk khusus, mempunyai semua unsur bentuk pokok yang disertai satu atau lebih unsur yang memberatkan.
f.) Delik Selesai dan Delik Berlanjut
Delik selesai yaitu delik yang terdiri atas kelakuan untuk berbuat atau tidak berbuat dan delik telah selesai ketika dilakukan, seperti kejahatan tentang pengahasutan, pembunuhan, dan lain sebagainya.
Delik berlanjut yaitu delik yang terdiri atas melangsungkan atau membiarkan suatu keadaan yang terlarang, walaupun keadaan itu pada mulanya ditimbulkan untuk sekali perbuatan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Andi Hamzah. 2008. Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta; Rineka Cipta
2. Andi Hamzah. 2009. Delik-delik Tertentu di dalam KUHP. Jakarta; Sinar Grafika
3. Moeljatno. 2008. Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta; Rineka Cipta
4. Moeljatno. 2008. Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Jakarta; Bumi Aksara
5. Tongat. 2009. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia dalam Perspektif Pembaharuan. Malang; UMM Press
6. Bambang Poernomo. 1985. Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta; Ghalia Indonesia
7. Soeharto. 1991. Hukum Pidana Materiil. Jakarta; Sinar Grafika
8. R. Soesilo. 1984. Pokok-pokok Hukum Pidana Peraturan Umum dan Delik-delik Khusus. Bogor; Karya Nusantara
9. Zainal Abidin Farid. 1995. Hukum Pidana I. Jakarta; Sinar Grafika
10. Djoko Prakoso. 1987. Pembaharuan Hukum Pidana di Indonesia. Yogyakarta; Liberty Yogyakarta
11. Leden Marpaung.1991. Unsur-unsur Perbuatan yang dapat dihukum. Jakarta; Sinar Grafika

Sabtu, 20 November 2010

widyagama : ilmu perundang-undangan uu no.25 th 2007

KRITISI TENTANG

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 25 TAHUN 2007

TENTANG

PENANAMAN MODAL

PENDAHULUAN :

Ada beberapa hal yang perlu dikaji lebih mendalam berkenaan dengan delik formil dan materil berkenaan dengan undang-undang nomor 25 tahun 2007 tentang penanaman modal . pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah proses pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang pada dasarnya dimulai dari perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan, dan penyebarluasan. Artinya, penyusunan merupakan salah satu langkah penting dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik.

1. Landasan Filosofis

Memuat pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita hukum serta cita-cita moral yang luhur yang meliputi suasana kebatinan serta watak dari bangsa Indonesia yang termaktub dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945.

2. Landasan Yuridis

Memuat suatu tinjauan terhadap peraturan perundang-undangan yang ada kaitannya dengan judul Naskah Akademik Peraturan Perundang-undangan yang telah ada dan masih berlaku (hukum positif). Yang termasuk dalam peraturan perundang-undangan pada landasan yuridis adalah sebagaimana yang diatur dalam Pasal 7 UU No.10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.


Lihat : PerMenkumham No. 1/2008, kerangka Naskah Akademik

3. Landasan Sosiologis

Memuat suatu tinjauan terhadap gejala-gejala sosial-ekonomi-politik yang berkembang di masyarakat yang mendorong perlu dibuatnya Naskah Akademik. Landasan/alasan sosiologis sebaiknya juga memuat analisis kecenderungan sosiologis - futuristik tentang sejauh mana tingkah laku sosial itu sejalan dengan arah dan tujuan pembangunan hukum nasional yang ingin dicapai.

Akan tetapi pasca di undangkan penulis menemukan banyak kekurangan– kekurangan terutama dari segi substansi nya sehingga perlu di perhatikan lebih lanjut apakah undang-undang no.25 tahun 2007 perlu direvisi ataukah tidak .” tempo dalam tahap perumusan undang-undang, kualitas pembuat serta kepentingan politik sangat mempengaruhi kualitas bentuk dan isi dari suatu undang-undang”:Didik Lestariyono (22:10).

RUMUSAN MASALAH :

merujuk pada pasal diatas maka di ambil beberapa perumusan guna pembahasan sebagai antara lain :

1. Apakah undang - undang No.25 tahun 2007 sudah sesuai dan selaras dengan Undang – undang Dasar 1945 ?

2. Apakah undang - undang no.25 tahun 2007 yang telah di buat adalah murni pro rakyat ?

TUJUAN :

1. Mengetahui apakah undang-undang No.25 tahun 2007 sudah sesuai dan selaras dengan amanat undang undang dasar 1945.

2. Mengetahui apakah undang-undang No.25 tahun 2007 yang telah di undangkan ini menguntungkan kepentingan warganegara / rakyat, sebagai pemilik kedaulatan.

ANALISIS :

(1).Penyamaan investor dalam dan luar negeri di semua bidang usaha.

Dalam Bab I Ketentuan Umum Pasal 2 disebutkan: Ketentuan dalam Undang-Undang ini berlaku bagi penanaman modal di semua sektor di wilayah negara Republik Indonesia. Pasal ini menunjukkan tidak adanya pembedaan antara PMDN dan PMA. Dalam pasal 1 disebutkan penanam modal adalah perseorangan atau badan usaha yang melakukan penanaman modal yang dapat berupa penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing. Pengertian ini kembali dikukuhkan dalam Bab II Asas dan Tujuan pasal 3 butir d): Perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara. Penegasan serupa dinyatakan dalam Bab V Perlakuan terhadap Penanaman Modal pasal 6 ayat 1:Pemerintah memberikan perlakuan yang sama kepada semua penanam modal yang berasal dari negara mana pun yang melakukan kegiatan penanaman modal di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan ketentuan ini, penanam modal asing mendapatkan pintu amat lebar untuk melakukan investasi di segala bidang di seluruh wilayah RI. Tugas pemerintah dalam memenuhi kebutuhan warganya jelas sekali tidak akan bisa diujudkan bila UU PM ini diterapkan. Dalam UU PM ini pemerintah harus memperlakukan secara sama rakyatnya sendiri dan investor asing. Tidak boleh ada yang diistimewakan, Pasal 33 (1) UUD 1945 Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.

(2).Tidak adanya pembedaan bidang usaha

UU PM memberikan ruang amat lebar bagi penanaman modal baik dalam negeri maupun asing di semua bidang. Sekalipun dinyatakan ada bidang yang tertutup, namun jumlahnya amat sedikit. Dalam Bab VII Bidang Usaha Pasal 12 ayat 1 ditegaskan: Bidang usaha yang tertutup bagi penanam modal asing adalah: (a) produksi senjata, mesiu, alat peledak, dan peralatan perang; dan (b) bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan undang-undang.

Penetapan sebuah bidang usaha dikelompokkan tertutup didasarkan pada beberapa kriteria, yakni: kesehatan, moral, kebudayaan, lingkungan hidup, pertahanan dan keamanan nasional, serta kepentingan nasional lainnya (pasal 12 ayat 2). Sementara penatapan bidang usaha dikatagorikan terbuka didasarkan kriteria kepentingan nasional, yaitu perlindungan sumber daya alam, perlindungan, pengembangan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi, pengawasan produksi dan distribusi, peningkatan kapasitas teknologi, partisipasi modal dalam negeri, serta kerja sama dengan badan usaha yang ditunjuk Pemerintah (pasal 12 ayat 3).

Seharusnya Pemerintah membuat aturan yang memperhatikan aspek kepemilikan, yakni apakah pada sektor kepemilikan individu, kepemilikan umum atau kepemilikan negara. Penanaman modal oleh swasta hanya dibolehkan pada sektor usaha yang dapat dimiliki oleh individu. Sementara dalam sektor kepemilikan umum sama sekali tidak boleh dimasuki penanaman modal swasta, baik dalam negeri maupun asing. Yang termasuk dalam cakupan kepemilikan umum adalah:

1) Sarana-sarana umum yang amat diperlukan oleh rakyat dalam kehidupan sehari-hari, seperti air, padang rumput, api, dll.

2) Harta-harta yang keadaan aslinya terlarang bagi individu tertentu untuk memilikinya, seperti jalan raya, sungai, danau, laut, dll.

3) Barang-barang tambang yang jumlahnya melimpah atau tak sektor terbatas. Semua itu tidak boleh dimiliki, dikuasai, atau diserahkan pengelolaannya kepada individu, kelompok individu baik dari dalam negeri apalagi dari luar negeri. Klasifikasi semua bidang usaha dalam UU PM ini sebagai bidang usaha terbuka jelas bertentangan dengan Pasal 32 ayat (2) UUD 1945 Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Pasal 33 ayat (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

(3).Penolakan terhadap nasionalisasi

UU PM ini melarang tindakan nasionalisasi. Kalaupun harus dilakukan, pemerintahan harus membelinya sesuai dengan harga pasar. Jika tidak ada kesepakatan mengenai harga kompensasinya, harus diselesaikan melalui jalur arbitrase. Dalam bab V Perlakuan terhadap Penanaman Modal pasal 7 disebutkan:

(1) Pemerintah tidak akan melakukan tindakan nasionalisasi atau pengambilalihan hak kepemilikan penanam modal, kecuali dengan undang-undang.

(2) Dalam hal Pemerintah melakukan tindakan nasionalisasi atau pengambilalihan hak kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah akan memberikan kompensasi yang jumlahnya ditetapkan berdasarkan harga pasar.

(3) Jika di antara kedua belah pihak tidak tercapai kesepakatan tentang kompensasi atau ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penyelesaiannya dilakukan melalui jalur arbitrase.

Dengan adanya ketentuan larangan nasionalisasi dalam UU PM, sementara dalam UU itu pihak swasta justru diberi kesempatan luas untuk menguasai sektor-sektor yang menurut saya ini merupakan milik umum, itu berarti melanggengkan swasta untuk terus-menerus merampas kepemilikan umum.

(4).Penyelesaian Sengketa

Persoalan krusial lainnya adalah metode penyelesaian sengketa. Solusi akhir sengketa antara pemerintah dengan PMDN adalah pengadilan. Jika dengan PMA adalah arbitrase internasional. Dalam Bab XV Penyelesaian Sengketa Pasal 32 disebutkan:

(3) Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara Pemerintah dengan penanam modal dalam negeri, para pihak dapat menyelesaikan sengketa tersebut melalui arbitrase berdasarkan kesepakatan para pihak, dan jika penyelesaian sengketa melalui arbitrase tidak disepakati, penyelesaian sengketa tersebut akan dilakukan di pengadilan.

(4) Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara Pemerintah dengan penanam modal asing, para pihak akan menyelesaikan sengketa tersebut melalui arbitrase internasional yang harus disepakati oleh para pihak. Hal ini akan menambah keruwetan dalam pelaksanaan pembangunan. Karena sudah pasti akan terdapat masalah – masalah baru, sengketa-sengketa baru yang justru akan semakin merugikan dan menambah masalah baru.

Kesimpulan :

Sepanjang 2000 - 2005, stok modal asing meningkat hingga 3,5 kali lipat. Pemilik PMA tersebut sebagian besar adalah Singapura, Inggris, Jepang, Australia, Belanda, Korea selatan, Taiwan, Kanada, Amerika Serikat, Jerman, yang tersebar dalam 975 proyek. Tidak heran jika negara-negara tersebut banyak terkait dengan campur tangan seluruh kebijakan ekonomi, sosial , budaya dan hankam di negeri ini. Campur tangan mereka tentu tak lepas dari upaya mengamankan kepentingannya di Indonesia.

Menurut BKPM modal asing semakin dominan dibanding seluruh investasi dalam negeri. Investasi sektor minyak dan gas bumi misalnya, sebanyak 85,4 persen dari 137 konsesi pengelolaan lapangan minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia dimiliki oleh perusahaan multinasional (asing). Perusahaan nasional hanya punya porsi sekitar 14,6 persen. Data terbaru di BP Migas menyebutkan, hanya ada sekitar 20 perusahaan migas nasional yang mengelola di Indonesia.

Dominannya modal asing berpengaruh terhadap arah privatisasi sektor publik, penguasaan perekonomian domestik dan pemasaran produk barang dan jasa yang dihasilkan negara maju. Peran lembaga-lembaga kreditor internasional lewat berbagai skema pinjaman luar negeri memainkan peran penting mendorong agenda tersebut, melalui keluarnya berbagai produk regulasi seperti UU Sumber Daya Air, UU Migas, UU Ketenagalistrikan hingga privatisasi BUMN. Kondisi ini menyuratkan terjadinya pergeseran tanggung jawab negara digantikan perannya oleh korporasi.


Lihat : Pengamatpakar.blogspot.com

(http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/2009/09/08/brk,20090908-19685,id.html). http://jurnalhukum.blogspot.com/2008/3/uu-penanaman-modal-i.html

Kedua, Pendapat yang menyatakan bahwa PM ini diperlukan untuk memacu investasi asing karena Indonesia selama ini tidak diminati investasi adalah kabar menyesatkan. Sebenarnya di dalam negeri pun sangat banyak tersedia dana (menurut gubernur BI ada sekitar Rp 210 triliun dana masyarakat yang idle di BI) yang semestinya bisa dimanfaatkan untuk investasi. Tapi faktanya dana tersebut tidak digunakan sebagaimana mestinya. Berarti bukan tidak ada investasi, tapi sistem lah yang tidak memberikan suasana kondusif bagi berkembangnya investasi. Pembuatan UU PM yang dianggap pemerintah sebagai solusi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan mewujudkan kemandirian ekonomi adalah tidak benar karena pemerintah tidak mencoba sungguh-sungguh menjawab permasalahan bertambahnya pengangguran. Pemerintah lebih berorientasi pada pertumbuhan dengan "asumsi" setiap satu persen pertumbuhan akan menyerap 300.000 tenaga kerja, namun "asumsi" pemerintah tersebut tidak mampu menyelesaikan bertambahnya pengangguran. Pada faktanya FDI hanya memanfaatkan rendahnya upah buruh dan banyaknya insentif yang diberikan pemerintah antara lain pembebasan pajak dan kemudahan dalam investasi dalam pengelolaan sumber daya alam.

Ketiga, saya menganggap DPR gagal dalam berbagai instrumen perundangan,kegagalan ini karena mental para anggota DPR itu sendiri yang menganggap bahwa setiap rancangan undang-undang adalah proyek yang bisa menghasilkan uang. Saya menilai nampaknya kegagalan ini tidak hanya disini saja, akan tetapi Kegagalan termasuk yang mengatur tentang permodalan asing dan undang-undang sektoral, khususnya sektor pengelolaan sumberdaya alam (UU Migas, UU Kelistrikan dan sebagainya) dapat dilihat dari berbagai indikator, seperti keberadaan jutaan rakyat yang berada di garis kemiskinan akibat ketidakadilan distribusi, jumlah konflik sumberdaya, dan/atau belum menikmati jasa pelayanan umum. Di Indonesia, setidaknya ada 110 juta jiwa penduduk yang hidup dengan penghasilan kurang dari US$ 2 atau kurang dari Rp 18.000,00 per hari.maka jelaslah undang undang ini dibuat bukan semata untuk kepentingan rakyat, akan tetapi justru memanfaatkan ketidak tahuan rakyat,memeras uang rakyat, dan merampok sumber daya alam milik rakyat Indonesia.

Daftar Pustaka :

Website :

- www.Google.com

- www.Tempo.com

- http://bankskripsi.com/article/daftar+pustaka+ceo+perusahaan

- http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/2009/09/08/brk,20090908-196825,id.html

- http://indonesia.ahrchk.net/news/mainfile.php/Constitution/22/

- http://jurnalhukum.blogspot.com/2008/3/uu-penanaman-modal-i.html

http://www.google.co.id/#hl=id&biw=1440&bih=780&q=undang+undang+penanaman+modal+terbaru&aq=f&aqi=&aql=&oq=&gs_rfai=&fp=c544eab555e4fc0d

- http://jurnalhukum.blogspot.com/2008/03/uu-penanaman-modal-inkonstitutional.html

Undang-Undang :

- Undang-Undang Dasar 1945

- Undang-Undang No.25 Th 2007

Buku-Buku :

- ‐‐‐‐‐‐‐‐‐, KonsepKonsep Hukum dalam Pembangunan, Alumni, Bandung, 2000.

- Mohammad Hatta, Penjabaran Pasal 33 UndangUndang Dasar 1945, Penerbit, Mutiara, Jakarta, 1977.

- Pan Mohammad Faiz, Penafsiran Konsep Penguasaan Negara Berdasarkan Pasal 33 UUD 1945 dan Putusan Mahkamah Konstitusi, http://jurnalhukum. blogspot. com/2006.

- Reformasi Hukum dan Kebijaksanaan di Bidang Pengelolaan Sumber Daya Alam, dalam

- Demokratisasi Pengelolaan Sumber Daya Alam, ICEL, Jakarta, 1999.

- Soenarjati Hartono, Kembali ke Metode Penelitian Hukum, dalam Kumpulan Bahan Bacaan

- Penataran Metode Penelitian Hukum, FH UI, Jakarta, 1997.

Selasa, 16 November 2010


Pengertian

Wirjono Projodikoro=== rangkaian peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan di muka pengadilan dan cara bagaimana pengadilan harus bertindak satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan-peraturan hukum perdata

Sumber Hukum Acara Perdata:

1.RV (reglement op de Burgerlijk Rechtsvordering)untuk golongan Eropa

2. HIR (Herzeine Indlandsch Reglement) unutk golongan Bumiputera daerah Jawa dan Madura

3. RBg (Reglement voor de Buitengewesten) untukgolongan Bumiputera luar Jawa dan Madura.

UU No 1 Tahun 1974 tentang Pokok Perkawinan

2. UU No 4 Tahun 2004 tentang Pokok Kehakiman

3. UU No 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung

4. Kitab Undang-undang Hukum Perdata Buku ke-IV

tentang Pembuktian dan Daluarsa

5. Yurisprudensi.

6. SEMA

7. Hukum Adat

8. Doktrin

Asas-asas HAP :

Hakim bersifat menunggu=inisiatif mengajukan tuntutan hak diserahkan sepenuhnya kepada yang berkepentingan===Pasal 118 HIR/142 RBg

2. Hakim bersifat Pasif=== ruang lingkup atau luas pokok perkara ditentukan para pihak berperkara tidak hakim. Hakim tidak boleh menjatuhkan putusan melebihi dari yang dituntut

3. Persidangan terbuka untuk umum===setiap orang dibolehkan hadir dan mendengarkan pemeriksaan perkara, walaupun ada beberapa perkara yang dilakukan pemeriksaannya secara tertutup. Contoh dalam perkara perceraian

4. Mendengarkan kedua belah pihak

5. Putusan harus disertai dengan alasanalasan.

6. Berperkara dikenai biaya.

7. Beracara tidak harus diwakilkan=== bias langsung pihak yang berperkara beracara di pengadilan atau dapat diwakilkan.

Perbedaan H.A.Pidana dengan H.A.perdata:

1.Dasar timbulnya gugatan

Perdata :timbulnya perkara krn terjadi pelanggaran hak yang diatur dalam hukum perdata.

Pidana : timbulnya perkara krn terjadi pelanggaran terhadap perintah atau larangan yang diatur dlm hkm pidana

2. Inisiatif berperkara

Perdata : datang dari salah satu pihak yang merasa dirugikan

Pidana : datang penguasa negara/pemerintah melalui aparat penegak hukum seperti polisi dan jaksa

3.Istilah yang digunakan

Perdata : yang mengajukan gugatan=== penggugat pihak lawannya/digugat ===== tergugat

Pidana : yang mengajukan perkara ke pengadilan ==== jaksa/penuntut umum

pihak yang disangka === tersangka=== terdakwa===terpidana

4. Tugas hakim dalam beracara

Perdata : mencari kebenaran formil ==== mencari kebenaran sesungguhnya yang didasarkan apa yang dikemukakan oleh para pihak dan tidak boleh melebihi dari itu.

Pidana :mencari kebenaran materil ==== tidak terbatas apa saja yang telah dilakukan terdakwa melainkan lebih dari itu. Harus diselidiki sampai latar belakang perbuatan terdakwa. Hakim mencari kebenaran materil secara mutlak dan tuntas

5. Perdamaian

Perdata : dikenal adanya perdamaian

Pidana : tidak dikenal perdamaian

6. Sumpah decissoire

Perdata : ada sumpah decissoire yaitu sumpah yang dimintakan oleh satu pihak kepada pihak lawannya tentang kebenaran suatu peristiwa.

Pidana : tidak dikenal sumpah decissoire.

7. Hukuman

Perdata : kewajiban untuk memenuhi prestasi (melakukan memberikan dan tidak melakukan sesuatu

Pidana : hukuman badan ( kurungan, penjara dan mati), denda dan

hak..

Syarat dan isi gugatan dalam Perkara perdata

• Syarat gugatan :

1. Gugatan dalam bentuk tertulis.

2. Diajukan oleh orang yang berkepentingan.

3. diajukan ke pengadilan yang berwenang

• Isi gugatan :

Menurut Pasal 8 BRv gugatan memuat :

1. Identitas para pihak

2. Dasar atau dalil gugatan/ posita /fundamentum petendi berisi tentang peristiwa dan hubungan hukum

3. Tuntutan/petitum terdiri dari tuntutan primer dan

tuntutan subsider/tambahan

Pemeriksaan perkara :

• Pengajuan gugatan

• Penetapan hari sidang dan pemanggilan

• Persidangan pertama : a. gugatan gugur b. verstek c. perdamaian

• Pembacaan gugatan

• Jawaban tergugat : a. mengakui b. membantah c. referte d. eksepsi :- materil – formil

• Rekonvensi

• Repliek dan dupliek

• Intervensi

• Pembuktian

• Kesimpulan

• Putusan Hakim

Teori Pembuktian

Ada 3 teori pembuktian yaitu :

1. Pembuktian bebas : di mana tidak menghendaki adanya ketentuanketentuan yang mengikat hakim, sehingga penilaian pembuktian seberapa dapat diserahkan kepada hakim.

2. Pembuktian negatif : harus ada ketentuan-ketentuan yang mengikat

hakim bersifat negatif, hakim terbatas sepanjang yang dibolehkan undang-undang.

3. Pembuktian positif: hakim diwajibkan melakukan segala tindakan dalam pembuktian kecuali yang dilarang dalam undang-undang.

Pengajuan gugatan

1. Diajukan kepada ketua pengadilan negeri yang berwenang.

2. Diajukan secara tertulis atau lisan

3. Bayar preskot biaya perkara

4. Panitera mendaftarkan dalam buku register perkara dan memberi nomor perkara

5. Gugatan akan disampaikan kepada ketua pengadilan negeri.

6. Ketua pengadilan menetapkan majelis hakim

Verstek

• Pengertian : putusan yang dijatuhkan di luar hadirnya tergugat

• Syarat acara verstek :

a. Tergugat telah dipanggil dengan sah dan patut

- yang melaksanakan pemangilan juru sita

- surat panggilan

- jarak waktu pemanggilan dengan hari sidang yaitu 8 hari apabila jaraknya tidak jauh, 14 hari apabila jaraknya agak jauh dan 20 hari apabila jaraknya jauh (Pasal 122 HIR/10Rv)

b. Tergugat tidak hadir tanpa alasan yang sah

c. Tergugat tidak mengajukan eksepsi kompetensi

Bentuk PutusanVerstek

1. Menggabulkan gugatan penggugat, terdiri dari :

a. mengabulkan seluruh gugatan

b. mengabulkan sebagian gugatan

• Hal ini terjadi jika gugatn beralasan dan tidak melawan hukum.

2. Gugatan tidak dapat diterima, apabila : gugatan melawan hokum atau ketertiban dan kesusilaan (unlawful)

• Gugatan ini dapat diajukan kembali tidak berlaku asas nebis in idem

3. Gugatan ditolak apabila gugatan tidak beralasan

• Gugatan ini tidak dapat diajukan kembali

Upaya hukum dari verstek adalah verzet/perlawanan

Macam-macam Alat Bukti

• Pasal 164 HIR/284 RBG, ada 5 alat bukti yaitu :

1. Bukti tulisan/surat

2. Saksi

3. Persangkaan

4. Pengakuan

5. Sumpah

• Di luar Pasal 164 HIR/284 RBg :

1. Keterangan ahli

2. Pemeriksaan di tempat

Alat bukti tertulis/surat

• Dasar hukumnya Pasal 165, 167 HIR/285-305 RBg, stb No 29 Tahun 1867.

• Pengertian : surat adalah alat bukti tertulis yang memuat tanda-tanda baca di mana menyatakan pikiran seseorang.

• Bentuk surat ada 2 yaitu :

1. Akta : surat yang diberi tanggal dan ditanda tangani.akta ini terbagi 2 yaitu :

a. Akta otentik : akta yang dibuat oleh atau di hadapan pejabat yang berwenang.

Akta ini dapat dibagi 2 :

- Akta ambtelijk : pejabat yang berwenang menerangkan apa yang dilihat dan

dilakukannya.

Contoh : akta kelahiran.

- akta partai : selain pejabat menerangkan apa yang dilihat dan dilakukannya, pihak

yang berkepentingan juga mengakuinya dengan membubuhkan tanda tangan

mereka.

Contoh : akta jual beli.

Bentuk-bentuk upaya hukum

1. Upaya hukum biasa :a. Verzet b. Banding c. Kasasi

2. Upaya hukum luar biasa : a. Peninjauan kembali b. derdenverzet

Bentuk-bentuk Eksekusi

• Ada 3 macam :

1. Membayar sejumlah uang (Pasal 197 HIR/208 RBg

Dilaksanakan melalui penjualan lelang terhadap barang-barang milik yang kalah perkara.

2. Melakukan suatu perbuatan tertentu (Pasal 225 HIR/259 RBg).

Eksekusi ini dapat dinilai dengan sejumlah uang dengan mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan yang memutus perkara.

3. Eksekusi Riil/ mengosongkan benda tetap (Pasal 1033 BRv).

Proses pelaksanaan eksekusi

• Diajukan oleh pihak yang menang.

• Diberitahukan kepada pihak yang kalah.

• Jika pihak yang kalah lalai atau tidak mau melaksanakan di panggil ke pengadilan.

• Selambat-lambatnya 8 hari putusan hakim harus dilaksanakan.

• Jika tidak dilaksanakan maka dilakukan sita eksekutorial.

• Jika putusan membayar sejumlah uang barang sita akan dilelang .

• Pelelangan dapat dilakukan oleh pengadilan atau kantor lelang negara.






http://rudini76ban.wordpress.com/2010/01/13/sekilas-tentang-hukum-acara-perdata-point-point-penting-yang-harus-dikuasai/