DENGAN MENYEBUT NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG

Kamis, 17 Februari 2011


PENDAHULUAN
Kuliah pengabdian masyarakat adalah sebagai bentuk pengaplikasian ilmu yang telah di serap di bangku perkuliahan. Secara normatif mahasiswa adalah generasi imtelektual, calon penerus bangsa, untuk itu diharapkan dengan di selenggarakan kegiatan ini maka mahasiswa / saya secara pribadi dan secara berkelompok dapat mentranform ilmu yang telah di dapat kepada masyarakat Kecamatan Poncokusumo, Desa Dawuhan Dusun Lesti.
Adapun tugas tugas yang di amanahkan untuk saya laksanakan adalah meliputi :
1. Bidang Hubungan Masyarakat dan Keamanan
2. Bidang Sosial Budaya
3. Bidang Penyuluhan Hukum
Kegiatan tersebut akan dilaksanakan selama 1 bulan dengan susunan kegiatan sebagaimana dijelaskan dalam proposal ini. Saya menyadari bahwa kegiatan ini hanya akan berlangsung dengan baik dan lancar atas rahmat Allah Swt, serta dengan kerjasama dan bantuan para pihak terkait dalam pelaksanaannya. Demikian saya ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya.
VISI DAN MISI
Visi
Menjadi Individu yang aktif, kreatif, inovatif,bermanfaat dan selalu menjadi contoh mbagi masyarakat sekitar
Misi
Untuk mencapai misi tersebut di atas maka misi yang telah ditetapkan dan hendak dituju oleh:
Mengembangkan
Keunggulan
Melalui Ketelatenan dan Kebersihan dengan mengedepankan Kemandirian dan Kreatifitas serta menumbuhkan rasa kejujuran dan kepedulian terhadap sesama dan lingkungan.
Meningkatkan wawasan warga setempat
Meningkatkan sumber daya manusia
BIDANG PELAKSANAAN :
“ Bidang Hubungan Masyarakat dan keamanan ”
Program Kegiatan
1. Membangun komunikasi / melakukan perkenalan, pendekatan dan perpisahan dengan masyarakat desa Dawuhan dusun lesti pada permulaan pelaksanaan Kuliah Pengabdian Masyarakat.
2. Menginformasikan kegiatan yang akan dilaksanakan selama 1 bulan kepada tiap Ketua Rukun tetangga.
3. Membagi tugas Jaga rumah kontrakan / posko KPM baik tempat tinggal laki-laki maupun perempuan.
4. Selalu membangun komunikasi vertikal dengan pemerintah desa maupun pemimpin dusun tersebut.
“ Bidang sosial Budaya “
Program Kegiatan
Adapun bidang sosial budaya yang diamanahkan untuk dilaksanakan sebagai berikut:
1. Memberi bantuan pendidikan berupa membantu tugas guru di sekolah setempat untuk mengajar serta memberikan ilmu yang bermanfaat kepada siswa siswi dusun lesti.
2. Menyelenggarakan Hiburan Turnamen Sepak Bola antar RT untuk anak-anak dibawah 12 tahun.
“ Bidang Konsultasi Hukum ”
Program kegiatan
Adapun kegiatan Bidang Konsultasi Hukum yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1. Memberikan konsultasi atas permasalahan warga dusun setempat.
2. Mendorong dan mengupayakan untuk pengurusan hak paten terhadap hasil karya cipta anyaman bambu dan kesenian warga setempat.
3. Memberikan penyuluhan hukum yang disesuaikan dengan kondisi atau keadaan aktual dusun lesti.
Jadwal Kegiatan
Kegiatan tersebut akan disesuaikan dengan jadwal yang akan disusun oleh Ketua seksi Acara yang di sinkronisasi dengan jadwal kegiatan lainnya.
TUJUAN & SASARAN
Uraian singkat Tujuan Yang hendak dicapai
Pembangunan ruang kelas baru di SMK Prajnaparamita Malang bertujuan:
a.Memberikan pemberdayaan warga poncokusumo
b.meningkatkan kesadaran sosial budaya masyarakat.
c.Agar pelaksanaan teori yang di peroleh sesuai dengan praktik dilapangan.
Adapun sasaran kegiatan ini adalah :
a. Membenahi sarana dan prasarana di Dusun Lesti, Desa Dawuhan kec. Poncokusumo.
b. Sekolah dasar di Dusun Lesti membantu menyelenggarakan pendidikan.
c. Memberikan hiburan sosial budaya pada masyarakat sekitar.
d. menciptakan masyarakat yang sadar hukum.
A. Tahap perencanaan
a.Melakukan pendataan kondisi masyarakat
b.Membuat gambar sesuai rencana terdiri dari:
• Apa yang di perlukan/dibutuhkan masyarakat.
• Dimana tempat yang perlu di prioritaskan.
• Bagaimana Kondisi sosial Masyarakat di Dusun lesti.
• menganalisa warga setempat yang dapat menjadi rekan kerja/orang yang di tuakan.
b.Menyusun analisis kebutuhan masyarakat kualitas kondisi setempat.
c.Membuat rencana waktu pelaksanaan pekerjaan;
d.Menyusun rencana kebutuhan tenaga kerja.
B. Tahap pelaksanaan
a.Mengarahkan dan membimbing secara periodik kepada pelaksana selama pekerjaan berlangsung.
b.Memeriksa dan membuat laporan kemajuan pekerjaan terhadap hasil pelaksanaan pekerjaan.
c.Memantau dan membuat laporan harian, mingguan dan bulanan pelaksnaan pekerjaan d.Membuat foto perkembangan fisik masyarakat sekitar yang menunjukan kondisi awal menengah dan akhir .
PENUTUP
Akhirnya saya berharap bahwa proposal ini mendapat persetujuan sehingga tugas dan kewajiban yang dimanahkan dapat terselenggarakan dengan segera dapat direalisasikan guna menciptakan suasana Dusun yang lebih maju dan kondusif dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan secara maksimal. Amien

Sabtu, 12 Februari 2011


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 10 TAHUN 2004

TENTANG

PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa pembentukan peraturan perundang-undangan merupakan salah satu syarat dalam rangka pembangunan hukum nasional yang hanya dapat terwujud apabila didukung oleh cara dan metode yang pasti, baku, dan standar yang mengikat semua lembaga yang berwenang membuat peraturan perundang-undangan;

b.bahwa untuk lebih meningkatkan koordinasi dan kelancaran proses pembentukan peraturan perundang -undangan, maka negara Republik Indonesia sebagai negara yang berdasar atas hukum perlu memiliki peraturan mengenai pembentukan peraturan perundang-undangan;

c.bahwa selama ini ketentuan yang berkaitan dengan pembentukan peraturan perundang-undangan terdapat dalam beberapa peraturan perundangundangan yang sudah tidak sesuai lagi dengan hukum ketatanegaran Republik Indonesia;

d.bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan;

Mengingat : Pasal 20, Pasal 20 A ayat (1), Pasal 21, dan Pasal 22 A Undang -Undang Dasar Negara republik Indonesia Tahun 1945;

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Unda ng-Undang ini yang dimaksud dengan:

1. Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah pros es pembuatan peraturan perundang-undangan yang pada dasarnya dimulai dari perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan dan penyebarluasan.

2. Peraturan Perundang-undangan adal ah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berw enang dan mengikat secara umum.

3. Undang-Undang adal ah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat denga n persetujuan bersama Presiden.

4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah Peraturan Perundangundangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa.

5. Peraturan Pemerintah adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.

6. Peraturan Presiden adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibuat oleh Presiden.

7. Peraturan Daerah adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh dewan perwakilan rakyat daerah dengan persetujuan bersama kepala daerah.

8. Peraturan Desa/peraturan yang setingkat adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibuat oleh badan perwakilan desa atau nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya.

9. Program Legislasi Nasional adalah instrumen perencanaan program pembentukan undang-undang yang disusun secara berencana, terpadu, dan sistematis.

10. Program Legislasi Daerah adalah instrumen perencanaan program pembentukan Peraturan Daerah yang disusun secara berencana, terpadu, dan sistematis.

11. Pengundangan adalah penempatan peraturan perundang-undangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, Tambahan Berita Negara Republik Indonesia, Lembaran Daerah, atau Berita Daerah.

12. Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan adalah materi yang dimuat dalam Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan jenis, fungsi, dan hierarki Peraturan Perundang-undangan.

Pasal 2

Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum negara.

Pasal 3

(1). Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan hukum dasar dalam Peraturan Perundang-undangan.

(2). Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ditempatkan dalam Lembaran Neg ara.

(3). Penempatan Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Lembaran Negara tidak merupakan dasar pemberlakuannya.

Pasal 4

Peraturan Perundang-undangan yang diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang ini meliputi Undang-Undang dan Peraturan Perundang-undangan di bawahnya.

BAB II

ASAS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Pasal 5

Dalam membentuk Peratur an Perundang-undangan harus berdasarkan pada asas pembentukan Peraturan Perundang-undangen yang baik yang meliputi:

a. kejelasan tujuan;

b. kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat;

c. kesesuaian antara jenis dan meteri muatan;

d. dapat dilaksanakan;

e. kedayagunaan dan ke hasilgunaan;

f. kejelasan rumusan;dan

g. keterbukaan.’

Pasal 6

(1). Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan mengandung asas

a. pengayoman;

b. kemanusiaan;

c. kebangsaan;

d. kekeluargaan;

e. kenusantaraan;

f. bhineka tunggal ika;

g. keadilan;

h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;

i. ketertiban dan kapastian hukum; d an atau

j. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.

(2). Selain asas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Peraturan Perundang-undangan tertentu dapa t, berisi asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundangundangan yang bersangkutan.

Pasal 7

(1). Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan adalah sebagai berikut:

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

c. Peraturan Pemerintah;

d. Peraturan Presiden;

e. Peraturan Daerah.

(2). Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi:

a. Peraturan Daerah provinsi dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah provinsi bersama dengan gubernur;

b. Peraturan Daerah kabupaten/kota dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten/kota bersama bupati/walikota;

c. Peraturan Desa/peraturan yang setingkat, dibuat oleh badan perwakilan desa atau nama lainnya bersama. dengan kepala desa atau nama lainnya.

(3). Ketentuan mengenai tata cara pembuatan Peraturan Desa/peraturan yang setingkat diatur oleh p eraturan daerah Kabupaten/kota yang bersangkutan.

(4). Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diakui keberadaannya dan mempun yai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.

(5). Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan adalah sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

BAB III

MATERI MUATAN

Pasal 8

Materi muatan yang harus diatur dengan Undan g-Undang berisi hal-hal yang :

a. mengatur lebih lanjut ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang meliputi:

1. hak-hak asasi m anusia;

2. hak dan kewajiban warga negara;

3. pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara serta pembagian kekuasaan negara;

4. wilayah negara dan pembagian daerah;

5. kewarganegaraan dan kependudukan;

6. keuangan negara.

b. diperintahkan oleh suatu Undang-Unda ng untuk diatur dengan Undang-Undang.

Pasal 9

Materi muatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang sama dengan materi muatan Undang-Undang.

Pasal 10

Materi muatan Peraturan Pemerintah berisi materi untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.

Pasal 11

Materi muatan Peraturan Presiden berisi materi yang diperintahkan oleh Undang-Undang atau

materi untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah.

Pasal 12

Materi muatan Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.

Pasal 13

Materi muatan Peraturan Desa/yang setingkat adalah seluruh materi dalam rangka penyelenggaraan urusan desa atau yang 3etingkat serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.

Pasal 14

Materi muatan mengenai kete ntuan pidana hanya dapat dimuat dalam Undang-Undang dan Peraturan Daerah.

BAB V

PERENCANAAN PENYUSUNAN UNDANG-UNDANG

Pasal 15

(1). Perencanaan penyus unan Undang -Undang dilakukan dalam suatu Program Legislasi Nasional.

(2). Perencanaan penyusunan Peraturan Daerah dilakukan dalam suatu Program Legislasi Daerah

Pasal 16

(1). Penyusunan Program Legislasi Nasional antara Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah dikoordinasikan oleh Dewan Perwakilan Rakyat melalui alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat yang khusus menangani bidang legislasi.

(2). Penyusunan Program Legislasi Nasional di lingkungan Dewan Perwakilan Rakyat dikoordinasikan oleh alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat yang khusus menangani bi dang legislasi.

(3). Penyusunan Program Legislasi Nasional di lingkungan Pemerintah dikoordinasikan oleh -menteri yang tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang peraturan perundangundangan.

(4). Ketentuan mengenai tata cara penyus unan dan pengelolaan Program Legislasi Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.

BAB V

PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Bagian Kesatu

Persia pan Pembentuk Undang-Undang

Pasal 17

(1). Rancangan undang-.undang baik yang berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat, Presiden, maupun dari Dewan Perwakilan Daerah disusun berdasarkan Program Legislasi Nasional .

(2). Rancangan undang-undang yang diajukan oleh Dewan Perwakilan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) adalah rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.

(3). Dalam keadaan tertentu, Dewan Perwakilan Rakyat atau Presiden dapat mengajukanrancangan undang-undang di luar Program Legislasi Nasional.

Pasal 18

(1). Rancangan undang -undang yang diajukan oleh Presiden disiapkan oleh menteri atau pimpinan lembaga pemerintah nondepartemen, sesuai dengan lingkup tugas dan tanggung jawabnya.

(2). Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan undang-undang yang berasal dari Presiden, di koordinasikan oleh menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan perundang-undangan.

(3). Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mempersiapkan rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.

Pasal 19

(1). Rancangan undang-undang yang berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat diusulkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

(2). Rancangan undang-undang yang berasal dari Dewan Perwakilan Daerah dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

(3). Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengusulan rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada. ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Tata tertib Dewan Perwakilan Rakyat dan Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Daerah.

Pasal 20

(1). Rancangan undang-undang yang telah disiapkan oleh Presiden diajukan dengan surat Presiden kepada pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat.

(2). Dalam surat Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditegaskan antara lain tentang menteri yang ditugasi mewakili Presiden dalam melakukan pembahasan rancangan undang-undang di Dewan Perwakilan Rakyat.

(3). Dewan Perwakilan Rakyat mulai membahas rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak surat Presiden diterima.

(4). Untuk keperluan pernahasan rancangan undang-undang di Dewan Perwakilan Rakyat, menteri atau pimpinan lembaga pemrakarsa memperban yak naskah rancangan undangundang tersebut dam jumlah yang diperlukan.

Pasal 21

(1). Rancangan undang-undang yang telah disiapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat disampaikan dengar: surat pimpinan , Dewan Perwakilan Rakyat kepada Presiden.

(2). Presiden menugasi menteri yang mewakili untuk membahas rancangan undang-undang bersama Dewan Perwakilan Rakyat dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak surat pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat diterima.

(3). Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengoordinasikan persiapan pembahasan dengan menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan perundangundangan.

Pasal 22

(1). Penyebarluasan rancangan undang -undang yang berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat dilaksanakan oleh Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat.

(2). Penyebarluasan rancangan undang-undang yang berasal dari Presiden dilaksanakanoleh instansi pemrakarsa

Pasal 23

Apabila dalam satu masa sidang, Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden menyampaikanrancangan undang-undang mengenai materi yang sama, maka yang dibahas adalah rancangan undang-undang yang disampaikan oleh Dewan Perwakilan Rakyat, sedangkan rancangan undang-undang yang disampaikan Presiden digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan.

Bagian Kedua

Persiapan Pembentukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan

Pemerintah, dan Peraturan Presiden

Pasal 24

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mempersiapkan rancangan peraturan pem erintah pengganti undang-undang, rancangan peraturan pemerintah, dan rancangan peraturan presiden diatur dengan peraturan Presiden.

Pasal 25

(1). Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-,Undang harus diajuka n ke Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut.

(2). Pengajuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk pengajuan rancangan undang-undang tentang penetapan peratura n pemerintah pengganti undang-undang menjadi undang -undang.

(3). Dalam hal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ditolak Dewan Perwakilan Rakyat, maka Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tersebut tidak berlaku.

(4). Dalam hal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ditolak Dewan Perwakilan Rakyat, maka Presiden mengajukan rancangan undang-undang tentang pencabutan peraturan pemerintah pengganti undang-undang tersebut yang dapat mengatur pula segala akibat dari penolakan tersebut.

Bagian Ketiga

Persiapan Pembentukan Peraturan Daerah

Pasal 26

Rancangan peraturan daerah dapat berasal lari dewan perwakilan rakyat daerah atau gubernur, atau bupati/walikota, masing-mas ing sebagai kepala pemerintah daerah propinsi, kabupaten, atau kota.

Pasal 27

Ketentuan mengenai tata cara mempersiapkan rancangan peraturan daerah yang berasal dari gubernur atau bupati/walikota diatur dengan Peraturan Presiden.

Pasal 28

(1). Rancangan peraturan daerah dapat disampaikan oleh anggota, komisi, gabungan komisi, atau alat kelengkapan khusus yang menangani bidang legislasi dewan perwakilan rakyat daerah.

(2). Ketentuan mengena tata cara mempersiapkan rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Pasal 29

(1). Rancangan peraturan daerah yang telah disiapkan oleh gubernur atau bupati/walikota disampaikan dengan surat pengantar gubernur atau bupati/walikota kepada dewan perwakilan rakyat daerah oleh gubernur atau bupati/walikota.

(2). Rancangan peraturan daerah yang telah disiapkan oleh dewan perwakilan rakyat daerah disampaikan oleh pimpinan dewan perwakilan rakyat daerah kepada gubernur atau bupati/’walikota.

Pasal 30

(1). Penyebarluasan rancangan peraturan daerah yang berasal dari dewan perwakilan rakyat daerah dilaksanakan oleh Sekretariat dewan perwakilan rakyat daerah.

(2). Penyebarluasan rancangan peraturan daerah yang berasal dari gubernur ataubupati/walikota dilaksanakan oleh sekretariat daerah.

Pasal 31

Apabila dalam suatu masa sidang, gubernur atau, bupati/walikota dan dewan perwakilan rakyat daerah menyampaikan rancangan peraturan daerah, mengenai materi yang sama, maka yang dibahas adalah rancangan peraturan daerah yang disampaikan oleh dewan perwakilan rakyat daerah, sedangkan rancangan peraturan daerah yang disampaikan oleh gubernur atau bupati/walikota digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan.

BAB VI

PEMBAHASAN DAN PENGESAHAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG

Bagian Kesatu

Pembahasan Rancangan Undang-undang di Dewan Perwakilan Rakyat

Pasal 32

(1). Pembahasan rancangan undang-undang di Dewan Perwakilan Rakyat dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat bersama Presiden atau menteri yang ditugasi.

(2). Pembahasan rancangan undang -undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonom lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah dilakukan dengan mengikutkan Dewan Perwakilan Daerah.

(3). Keikutsertaan Dewan Perwakilan Daerah dalam pembahasan rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya pada rapat komisi/panitia/alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat yang khusus menangani bidang legislasi.

(4). Keikutsertaan Dewan Perwakilan Daerah dalam pembahasan rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diwakili oleh komisi yang membidangi materi muatan rancangan undang -undang yang dibahas.

(5). Pembahasan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui tingkattingkat pembicaraan.

(6). Tingkat-tingkat pembicaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan dalam rapat komisi/panitia/alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat yang khusus menangani bidang legislasi dan rapat paripurna.

(7). Ketentuan lebih lanjut mengenai tata. cara pembahasan rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada, ayat (6) diatur dengan Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat.

Pasal 33

Dewan Perwakilan Rakyat memberitahukan Dewan Perwakilan Daerah akan dimulainya pembahasan rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2).

Pasal 34

Dewan Perwakilan Daerah memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang tentang anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undang yang ber kaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.

Pasal 35

(1). Rancangan undang-undang dapat ditarik kembali sebelum dibahas bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden.

(2). Rancangan undang-undang yang sedang dibahas hanya dapat ditarik kembali berdasarkan persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden.

(3). Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penarikan kembali rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat.

Pasal 36

(1). Pembahasan rancangan undang-undang tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang menjadi undang-undang dilaksanakan melalui mekanisme yang lama dengan pem bahasan rancangan undang-undang.

(2). Dewan Perwakilan Rakyat hanya menerima atau menolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.

(3). Dalam hal rancangan undang -undang mengenai penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang menjadi undang-undang ditolak oleh Dewan Perwakilan Rakyat maka Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tersebut dinyatakan tidak berlaku.

(4). Dalam hal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ditolak Dewan Perwakilan Rakyat maka Presiden mengajukan rancangan undang-undang tentang pencabutan peraturan pemerintah pengganti undang-undang tersebut yang dapat. mengatur pula segala akibat dari penolakan tersebut.

Bagian Kedua

Pengesaha n

Pasal 37

(1). Rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden, disampaikan oleh pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Presiden untuk disahkan menjadi Undang-Undang.

(2). Penyampaian rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama.

Pasal 38

(1). Rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 disahkan oleh Presiden dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak rancangan undang-undang tersebut disetujui bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden.

(2). Dalam hal rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ditandatangani ola3h Presiden dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak rancangan undang-undang tersebut disetujui bersama, maka rancangan undang-undang tersebut sah menjadi Undang-Undang dan wajib diundangkan.

(3). Dalam hal sahnya rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka kalimat pengasahannya berbunyi: Undang-Undang ini dinyatakan sah berdasarkan kete ntuan Pasal 20 ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

(4). Kalimat pengesahan yang berbunyi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dibubuhkan pada halaman terakhir undang-undang sebelum pengundangan naskah Undang-Undang ke dalam Lem baran Negara Republik Indonesia.,

Pasal 39

(1). Peraturan Pemerintah ditetapkan untuk melaksanakan Undang -Undang.

(2). Setiap Undang-Undang wajib mencantumkan batas waktu penetapan Peraturan Pemerintah dan peraturan lainnya sebagai pelaksanaan Undang-Undang tersebut.

(3). Penetapan Peraturan Pemerintah dan peraturan lainnya yang diperlukan dalam penyelenggaraan pem erintahan negara tidak atas permintaan secara tegas dari suatu Undang-Undang dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

BAB VI

PEMBAHASAN DAN PENGESAHAN

RANCANGAN PERATURAN DAERAH

Bagian Ke satu

Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah

di Dewan Perwakilan R akyat Daerah

Pasal 40

(1). Pembahasan rancangan peraturan daerah di dewan perwakilan rakyat daerah dilakukan oleh dewan perwakilan rakyat daerah bersama gubernur atau bupati/wali kota.

(2). Pembahasan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui tingkattingkat pembicaraan.

(3). Tingkat-tingkat pembicaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam rapat komisi/panitia/alat kelengkapan dewan perwakilan rakyat daerah yang khususmenangani bidang legislasi dan rapat paripurna.

(4). Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembahasan rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Pasal 41

(1). Rancangan peraturan daerah dapat ditarik kembali sebelum dibahas bersama oleh dewan perwakilan rakyat daerah dari gubernur atau bupati/walikota.

(2). Rancangan peraturan daerah yang sehingga dibahas hanya dapat ditarik kembali berdasarkan persetujuan bersama dewan perwakilan rakyat daerah dan gubernur atau bupati/walikota.

(3). Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penarikan kembali rancangan peraturan daerah diatur dengan Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Bagian Kedua

Penetapan

Pasal 42

(1). Rancang an peraturan daerah yang telah disetujui bersama oleh dewan perwakilan rakyat daerah dan gubernur atau bupati/walikota disampaikan oleh pimpinan dewan perwakilan rakyat daerah kepada gubernur atau bupati/walikota untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah.

(2). Penyampaian rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) had terhitung sejak tanggal persetujuan bers ama.

Pasal 43

(1). Rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ditetapkan oleh gubernur atau bupati/walikota deng an membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak rancangan peraturan daerah tersebut disetujui bersama oleh dewan perwakilan rakyat daerah dan gubernur atau bupati/walikota.

(2). Dalam hal rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ditandatangani oleh gubernur atau bupati/walikota dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak rancangan peraturan daerah tersebut disetujui bersama, maka rancangan peraturan daerah tersebut sah menjadi Peraturan Daerah dan Wajib diundangkan.

(3). Dalam hal sahnya rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka kalimat pengesahann ya berbunyi: Peraturan Daerah ini dinyatakan sah.

(4). Kalimat pengesahan yang berbunyi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dibubuhkan pada halaman terakhir Peraturan Daerah sebelum pengundangan naskah Peraturan Daerah kedalam Lembaran Daerah.

BAB VIII

TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Pasal 44

(1). Penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan dilakukan sesuai dengan teknik penyusunan peraturan perundang-undangan.

(2). Ketentuan mengenai teknik penyus unan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.

(3). Ketentuan lebih lanjut mengenai perubahan terhadap teknik penyusunan pe raturanperundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan PeraturanPresiden.

BAB IX

PENGUNDANGAN DAN PENYEBARLUASAN

Bagian Kesatu

Pengundangan

Pasal 45

Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Perundang-undangan harus diundangkan dengan menempatkannya dalam :

a. Lembaran Negara Republik Indonesia;

b. Berita Negara Republik Indonesia;

c. Lembaran Daerah; atau

d. Berita Daerah.

Pasal 46

(1). Peraturan Perundang -unda ngan yang diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, meliputi:

a. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

b. Peraturan Pemerintah;

c. Peraturan Presiden mengenai :

1) pengesahan perjanjian antara negara Republik Indonesia dan negara lain atau badan internasional; dan

2) pernyataan keadaan bahaya.

d. Peraturan Perundang -undangan lain yang menurut Peraturan Perundangan yang berlaku harus diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

(2). Peraturan Perundang-undangan lain yang menurut Peratura n Perundang-undangan yang berlaku harus diundangkan dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Pasal 47

(1). Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia memuat penjelasan peraturan perundang-undangan yang dimuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

(2). Tambahan Berita Negara Republik Ind onesia memuat penjelasan peraturan perundangundangan yang dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Pasal 48

Pengundangan Peraturan Perundang-undangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia atau Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 dilaksanakan oleh Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan perundang-undangan.

Pasal 49'

(1). Peraturan Perundang-undangan yang diundangkan dalam Lembaran Daerah adalah Peraturan Daerah.

(2). Peratu ran Gubernur, Peraturan Bupati/Walikota atau peraturan lain di bawahnya dimuat dalam Berita Daerah.

(3). Pengundangan Peraturan Daerah dalam Lembaran Daerah dan Berita Daerah dilaksanakan oleh sek retaris daerah.

Pasal 50

Peraturan Perundang-undangan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat pada tanggal diundangkan kecuali ditentukan lain di dalam Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan.

Bagian Kedua

Penyebarluasan

Pasal 51

Pemerintah wajib menyebarluaskan Peratur an Perundang-undangan yang telah diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia atau Berita Negara Republik Indonesia.

Pasal 52

Pemerintah Daerah wajib menyebarluaskan Peraturan Daerah yang telah diundangkan dalam Lembaran, Daerah dan peraturan di b awahnya yang telah diundangkan dalam Berita Daerah.

BAB X

PARTISIPASI MASYARAKAT

Pasal 53

Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penetapan maupun pembahasan rancangan undang-undang dan rancangan peraturan daerah.

BAB XI

KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 54

Teknik penyusunan dan/atau bentuk Keputusan Presiden, Keputusan Pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Keputusan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat, Keputusan Pimpinan Dewan Perwakilan Daera h Keputusan Ketua Mahkamah Agung, Keputusan Ketua Mahkamah Konstitusi, Keputusan Kepala Badan Pemeriksa Keuangan, Keputusan Gubernur Bank Indonesia, Keputusan Menteri, keputusan kepala badan, lembaga, atau komisi yang setingkat, Keputusan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Keputusan Gubernur, Keputusan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Keputusan

Bupati/Walikota, Keputusan Kepala Desa atau yang setingkat harus berpedoman pada teknik penyusunan dan/atau bentuk yang diatur dalam Undang -Undang ini.

BAB XII

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 55

Pengundangan Peraturan Perundang-undangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia atau Berita Negara Republik Indonesia oleh Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48, dilaksanakan paling lambat 1 (satu) tahun terhitung sejak diundangkannya Undang-Undang ini.

BAB XIII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 56

Semua Keputusan Presiden, Keputusan Menteri, Keputusan Gubernur, Keputusan Bupati/Walikota, atau keputusan pejabat lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 yang sifatnya mengatur, yang sudah ada sebelum Undang-Undang ini berlaku, harus dibaca peraturan, sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.

Pasal 57

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku maka :

a. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1950 tertang Jenis dan Bentuk Peraturan yang Dikeluarkan Oleh Pemerintah Pusat;

b. Ketentuan-ketentuan dalam. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950 tentang Menetapkan Undang-Undang Darurat tentang Penerbitan Lembaran Negara dan Berita Negara Republik Indonesia Serikat dan tentang Mengeluarkan, Mengumumkan, dan Mulai Berlakunya Undang-Undang Federal (Lembaran Negara Tahun 1950 Nomor 1), sepanjang yang telah diatur dalam Undang-Undang ini; dan

c. Peraturan Perundang-undangan lain yang ketentuannya telah diatur dalam Undang- Undang ini, dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 58

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan, yang mulai dilaksanakan pada tanggal 1 Nopember 2004.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta

pada tanggal

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MEGAWATI SOEKARNOPUTRI

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal

SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

BAMBANG KESOWO

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN...NOMOR...

PENJELASAN

ATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 10 TAHUN2004

TENTANG

PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

I. UMUM

Sebagai negara yang mendasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar. Negara Republik Indonesia Tahun 1945, segala aspek kehidupan dalam bidang Kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan termasuk pemerintahan harus senantiasa berdasarkan atas hukum.

Untuk mewujudkan negara hukum tersebut diperlukan tatanan yang tertib antara lain di bidang pembentukan peraturan perundang-undangan. Tertib pembentukan peraturan perundang-undangan harus dirintis sejak saat perencanaan sampai dengan pengundangundangannya.

Untuk membentuk peraturan perundang-undangan yang, baik diperlukan

berbagai persyaratan yang berkaitan dengan sistem, asas, tata cara penyiapan dan pembahasan, teknik penyusunan maupun pemberlakuannya.

Selama ini terdapat berbagai macam ketentuan yang berkaitan dengan pembentukan peraturan perundang-undangan termasuk teknik penyusunan peraturan perundang-undangan diatur secara tumpang tindih baik peraturan yang berasal dari, masa kolonial maupun yang dibuat setelah Indonesia merdeka, yaitu:

1. Algemeene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesie, yang disingkat AB (Stb. 1847 : 23) yang mengatur ketentuan-ketentuan umum peraturan perundang -undangan. Sepanjang mengenai pembentukan peraturan perundang-undangan, ketentuan AB tersebut tidak lagi berlaku secara utuh karena telah diatur dalam peraturan perundang-undangan nasional.

2. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1950 tentang Peraturan tentang Jenis dan Bentuk Peraturan yang Dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat. Undang-undang ini merupakan Undang-undang dari Negara Bagian Republik Indonesia Yogyakarta.

3. Undang-undang Nomor 2, Tahun 1930 tentang Menetapkan Undang-undang Darurat tentang Penerbitan Lembaran Negara Republik Indonesia Serikat dan tentang Mengeluarkan, Mengumumkan, dan Mulai Berlakunya Undang -undang Federal dari Peraturan Pemerintah sebagai Undang-undang Federal.

4. Selain Undang-undang tersebut, terda pat pula ketentuan:

a. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1945 tentang Pengumuman dan Mulai Berlakunya Undang-undang dan Peraturan Pemerintah;

b. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 234 Tahun 1960 tentang Pengembalian Seksi Pengundangan Lembaran Negara dari Departemen Kehakiman ke Sekretariat Negara;

c. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1970 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang -undang dan Rancangan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia;

d. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 188 Tahun 1998 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang -undang;

e. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1999 tentang Teknik Penyusuran Peraturan Perundang-undangan dan Bentuk Rancangan Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Keputusan Presiden;

5. Di lingkungan Dewan Perwakilan Rakyat dan dewan perwakilan rakyat daerah, berlaku peraturan tata tertib yang mengatur antara lain mengenai tata cara pembahasan rancangan undang-undang dan rancangan peraturan daerah serta pengajuan dan pembahasan rancangan undang -undang dan peraturan daerah usul inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat atau dewan perwakilan rakyat daerah.

Dengan adanya perubahan Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, khususnya Pasal 20 ayat (1) yang menentukan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang, maka berbagai peraturan perundangundangan tersebut di atas sudah tidak sesuai lagi. Dengan demikian diperlukan undang-undang yang mengatur mengenai pembentukan peraturan perundang-undangan, sebagai landasan yuridis dalam membentuk peraturan perundang-undangan baik di tingkat pusat maupun daerah, sekaligus mengatur secara Iengkap dan terpadu baik mengenai sistem, asas, jenis dan materi muatan peraturan perundang-undangan, persiapan, pembahasan dan pengesahan, pengundangan dan penyebarluasan, maupun partisipasi masyarakat.

Undang-Undang ini pada dasarnya dimaksudkan untuk membentuk suatu ketentuan yang baku mengenai tata cara pembentukan peraturan perundang undangan, serta untuk memenuhi perintah Pasal 22A Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Pasal 6 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan.

Namun Undang-Undang ini hanya mengatur tentang pembentukan peraturan perundang-undangan yang meliputi Undang-undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undangundang,

Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Peraturan Daerah. Sedangkan mengenai pembentukan Undang-Undang Dasar tidak diatur dalam Undang-Undang ini. Hal ini karena tidak termasuk kompetensi pembentuk undang-undang ke bawah.

Dalam Undang-Undang ini, pada tahap perencanaan diatur mengenai Program Legislasi Nasional dan Program Legislasi Daerah dalam rangka penyusunan peraturan perundang-undangan secara terencana, bertahap, terarah, dan terpadu.

Untuk menunjang pembentukan peraturan perundang-undangan, diperlukan peran tenaga perancang peraturan perundang-undangan sebagai tenaga fungsional yang berkualitas yang mempunyai tugas menyiapkan, mengolah, dan merumuskan rancangan peraturan perundang-undangan.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas

Pasal 2

Penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara adalahsesuai dengan Pembukaan Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945 yang menempatkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara serta sekaligusdasar filosofis bangsa dan negara, sehingga setiap materi muatan peraturanperundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai -nilai yang terkandungdalam Pancasila.

Pasal 3

Ayat (1)

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang memuathukum dasar negara merupakan sumber hukum bagi pembentukan peraturan perundang-undangan di bawah Undang -Undang Dasar.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Ketentuan, ini menyatakan, bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berlaku sejak ditetapkan oleh Majelis Permusyawatan Rakyat.

Pasal 4

Yang diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang ini hanya Undang-Undang ke bawah, mengingat Undang-Undang Dasar tidak termasuk kompetensi pembentukan undang- undang.

Pasal 5

Huruf a

Yang dimaksud dengan “Penjelasan tujuan” adalah bahwa setiappembentukan peraturan perundang-undangan harus mempunyai tujuanyang jelas yang hendak dicapai.

Huruf b

Yang dimaksud dengan asas “kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat” adalah bahwa setiap jenis peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga/pejabat pembentuk peraturan perundangundangan yang berwenang. Peraturan perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum, bila dibuat oleh lembaga/pejabat yang tidak berwenang.

Huruf c

Yang dimaksud dengan asas “kesesuaian antara jenis dan materi muatan” adalah bahwa dalam pembentukan peraturan perundangundangan harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat dengan jenis peraturan perundang -undangannya.

Huruf d

Yang dimaksud dengan asas “dapat dilaksanakan” adalah bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus memperhitungkan efektfitas peraturan perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, yuridis maupun sosiologis.

Huruf e

Yang dimaksud dengan asas “kedayagunaan dan kehasilgunaan” adalah bahwa setiap peraturan perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Huruf f

Yang dimaksud dengan asas “kejelasan rumusan” adalah bahwa setiap peraturan perundang -undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan peraturan perundang -undangan, sistematika dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa hukumnya jelas dan mudah dimengerti, sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.

Huruf g

Yang dimaksud dengan asas “keterbukaan” adalah bahwa dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan, dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-Iuasnya untuk memberikan masukan dalam proses pembuatan peraturan perundang-undangan.

Pasal 6

Ayat (1)

Huruf a

Yang dimaksud dengan “asas pengayoman” adalah bahwa setiap peraturan perundang -undangan harus berfungsi memberikan perlindungan dalam rangka menciptakan ketentraman masyarakat.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “asas kemanusiaan” adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak-hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional.

Huruf c

Yang dimaksud dengan “asas kebangsaan” adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang pluralistik (kebhinekaan) dengan tetap menjaga prinsip negara kesatuan Republik Indonesia.

Huruf d

Yang dimaksud dengan “asas kekeluargaan” adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.

Huruf e

Yang dimaksud dengan “asas kenusantaraan” adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan materi muatan peraturan perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkanPancasila.

Huruf f

Yang dimaksud dengan “asas bhineka tunggal ika” adalah bahwa materi muatan peraturan perundang -undangan harus memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah, dan budaya khususnya yang menyangkut masalah-masalah sensitif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Huruf g

Yang dimaksud dengan “asas keadilan” adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara tanpa kecuali.

Huruf h

Yang dimaksud dengan “asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan adalah bahwa materi muatan peraturan perundangundangan tidak boleh berisi hal -hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang antara lain agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial.

Huruf i

Yang dimaksud dengan “asas ketertiban dan kepastian hukum” adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat meIalui jaminan adanya kepastian hukum.

Huruf j

Yang dimaksud dengan “asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan” adalah bahwa materi muatan setiap peraturan perundang-undangan harus mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu dan masyarakat dengan kepentingan bangsa dan negara.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan asas sesuai dengan bidang hukum masing-masing antara laina. dalam Hukum Pidana misalnya asas legalitas, asas tiada hukuman tanpa kesalahan, asas pembinaan narapidana, dan asas p raduga tak bersalah;

b. dalam Hukum Perdata misalnya dalam hukum perjanjian antara lain asas kesepakatan, kebebasan berkontrak, dan iktikad baik.

Pasal 7

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Huruf a

Termasuk dalam jenis Peraturan Daerah Provinsi adalah Qanun yang berlaku di Daerah Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Perdasus serta Perdasi yang berlaku di Propinsi Papua.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Jenis peraturan perundang-undangan selain dalam ketentuan ini, antara lain peraturan yang dikeluarkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, Menteri, kepala bidang, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk oleh undang-undang atau pemerintah atas perintah undang-undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.

Ayat (5)

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “hierarki” adalah penjenjangansetiap jenis peraturan perundang-undangan yang didasarkan pada asas bahwa peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Pasal 8

Cukup jelas.

Pasal 9

Cukup jelas.

Pasal 10

Yang dimaksud dengan “sebagaimana mestinya” adalah materi muatan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah tidak boleh menyimpang dari materi yang diatur dalam Undang-undang yang bersangkutan.

Pasal 11

Sesuai dengan kedudukan Presiden menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Peraturan Presiden adalah peraturan yang dibuat oleh Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara sebagai atribusi dari Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Peraturan Presiden dibentuk untuk menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut perintah undang-undang atau peraturan pemerintah baik secara tegas maupun tidak tegas diperintahkanpembentukannya.

Pasal 1 2

Cukup jelas.

Pasal 13

Yang dimaksud dengan “yang setingkat” dalam ketentuan ini adalah nama lain dari pemerintahan tingkat desa.

Pasal 14

Cukup jelas.

Pasal 15

Agar dalam Pembentukan peraturan perundang -undangan dapat dilaksanakan secara,berencana maka pembentukan peraturan perundang -undangan perlu dilakukanberdasarkan Program Legislasi Nasional. Dalam Program Legislasi, Nasional tersebutditetapkan skala prioritas sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat.Untuk maksud tersebut, maka dalam Program Legislasi Nasional memuat programlegislasi jangka panjang, menengah, atau tahunan. Program Legislasi Nasional hanyamemuat program penyusunan peraturan perundang-undangan tingkat pusat. Dalam penyusunan program tersebut perlu ditetapkan pokok materi yang hendak diatur sertakaitannya dengan peraturan perundang -undangan Iainnya. Oleh karena itu,penyusunan Program Legislasi Nasional disusun secara terkoordinasi, terarah, dan terpadu yang disusun bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah. Untuk perencanaan pembentukan peraturan perundang-undangan daerah dilakukan berdasarkan Program Legislasi Daerah. Di samping memperhatikan ha di atas, Program Legislasi Daerah dimaksudkan untuk menjaga agar produk peraturan perundang-undangan daerah tetap berada dalam kesatuan sistem hukum nasional.

Pasal 16

Cukup jelas.

Pasal 17

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Dalam ketentuan ini yang, dimaksud dengan “dalam keadaan tertentu” adalah kondisi yang memerlukan pengaturan yang tidak tercantum dalam Program legislasi Nasional.

Pasal 18

Cukup jelas.

Pasal 19

Cukup jelas.

Pasal 20

Cukup, jelas.

Pasal 21

Cukup jelas.

Pasal 22

Maksud “penyebarluasan” dalam ketentuan ini adalah agar khalayak ramai mengetahui adanya rancangan undang-undang yang sedang dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat guna memberikan masukan atas materi yang sedang dibahas. Penyebarluasan dilakukan baik melalui media elektronik seperti televisi, radio, internet maupun media cetak seperti surat kabar, majalah, dan edaran.

Pasal 23

Cukup jelas.

Pasal 24

Cukup jelas.

Pasal 25

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “persidangan yang berikut” adalah masa persidangan Dewan Perwakilan Rakyat yang hanya diantarai satu masa reses.

Ayat (2) 1

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 26

Cukup jelas.

Pasal 27

Cukup jelas.

Pasal 28

Cukup jelas.

Pasal 29

Cukup jelas.

Pasal 30

Sebagaimana rancangan undang-undang, rancangan peraturan daerah juga disebarluaskan, misalnya melalui Televisi Republik Indonesia, Radio Republik Indonesia, internet, media cetak seperti surat kabar, majalah, dan edaran di daerah yang bersangkutan, sehingga khalayak ramai mengetahui adanya rancangan peraturan daerah yang sedang dibahas di dewan perwakilan rakyat daerah yang bersangkutan. Dengan demikian masyarakat dapat memberikan masukan atas materi rancangan peraturan daerah yang sedang dibahas tersebut.

Pasal 31

Cukup jelas.

Pasal 32

Ketentuan mengenal tingkat pembahasan rancangan undang -undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini berlaku juga terhadap pembahasan rancangan undangundang:

a. usul inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat;

b. ratifikasi;

c. penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang;

d. penetapan anggaran pendapatan dan belanja negara serta nota keuangan;

e. perubahan anggaran pendapatan dan belanja negara; dan

f. perhitungan anggaran negara.

Pasal 33

Cukup jelas.

Pasal 34

Cukup jelas.

Pasal 35

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Ketentuan ini dimaksudkan untuk menyederhanakan mekanisme penarikan kembali rancangan undang-undang.

Pasal 36

Cukup jelas.

Pasal 37

Ayat (1)

Penyampaian rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah kepada Presiden, disertai Surat Pengantar pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat. Secara formil rancangan undang-undang menjadi Undang-undang setelah disahkan oleh Presiden.

Ayat (2)

Tenggang waktu 7 (tujuh) hari dianggap layak untuk mempersiapkan segala hal yang berkaitan dengan teknis penulisan rancangan undang-undang kelembaran resmi Presiden sampai dengan penandatanganan pengesahan Undang-Undang oleh Presiden dan penandatanganan sekaligus pengundangan ke Lembaran Negara oleh Sekretaris Negara.

Pasal 38

Batas waktu 30 (tiga puluh) hari adalah sesuai dengan ketentuan Pasal 20 ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pasa1 39

Cukup jelas.

Pasal 40

Ayat (1)

Dalam pembahasan rancangan peraturan daerah di dewan erwakilan rakyat daerah, gubernur atau bupati/walikota dapat diwakilkan, kecuali dalam pengajuan dan pengambilan keputusan.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 41

Cukup jelas.

Pasal 42

Cukup jelas.

Pasal 43

Cukup jelas.

Pasal 44

Penyempurnaan teknik dan penjelasan rancangan undang-undang yang masih mengandung kesalahan tersebut mencakup pula format rancangan undang-undang.

Pasal 45

Dengan diundangkan peraturan perundang-undangan dalam lembaran resmi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini maka setiap orang dianggap telah mengetahuinya.

Pasal 46

Cukup jelas.

Pasal 47

Cukup jelas.

Pasal 48

Cukup jelas.

Pasal 49

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Peraturan perundang-undangan yang diundangkan dalam Berita Daerah misalnya Peraturan Nagari, Peraturan Desa, atau Peraturan Gampong di lingkungan Daerah yang bersangkutan.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 50

Berlakunya peraturan perundang-undangan yang tidak sama dengan tanggal pengundangan, dimungkinkan untuk persiapan sarana dan prasarana serta kesiapan aparatur pelaksana peraturan perundang-undangan tersebut.

Pasal 51

Yang dimaksud dengan dengan “menyebarluaskan” adalah agar khalayak ramai mengetahui peraturan perundang-undangan tersebut dan mengerti/memahami isi serta maksud-maksud yang terkandung di dalamnya. Penyebarluasan peraturan perundangundangan tersebut dilakukan, misalnya, melalui media elektronik seperti Televisi Republik Indonesia dan Radio Republik Indonesia atau media cetak.

Pasal 52

Yang dimaksud dengan dengan “menyebarluaskan” adalah agar khalayak ramai mengetahui peraturan perundang-undangan di daerah yang bersangkutan dan mengerti/memahami isi serta maksud - maksud yang terkandung di dalamnya.

Penyebarluasan peraturan perundang-undangan tersebut dilakukan; misalnya, meIalui media elektronik seperti Televisi Republik Indonesia dan Radio Republik Indonesia, stasiun daerah, atau media cetak yang terbit di daerah yang bersangkutan.

Pasal 53

Hak masyarakat dalam ketentuan ini dilaksanakan sesuai dengan peraturan tata tertib Dewan Perwakilan Rakyat/Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Pasal 54

Ketentuan dalam pasal ini menyangkut keputusan di bidang administrasi di berbagai lembaga yang ada sebelum Undang-Undang ini diundangkan dan dikenal dengan keputusan yang bersifat tidak mengatur.

Pasal 55

Cukup jelas.

Pasal 56

Cukup jelas.

Pasal 57

Cukup jelas.

Pasal 58

Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR